Malam itu aku berada di pos 9 lompobattangpas lagi panas-panasnya kota Makassar tentang
isu kenaikan BBM. Para demostran turun ke jalan tapi aku malah mendaki gunung. Aku duduk dalam tenda ditemani segelas teh dingin padahal baru 5 menit yang lalu
masih panas, udara yang menusuk hidung serta angin yang bertiup kencang. Syukurnya
cuaca malam itu lagi cerah kutengok keluar begitu banyak bintang-bintang bertebaran
diangkasa sana, sungguh indah, hiasan alam yang eksotik dan sangat jarang terlihat di kota-kota besar, karena cahaya lampu yang begitu terang dimalam hari. Kini kembali kupuaskan mataku melihat ke arah barat jelas nampak lampu-lampu
kota yang tak kalah mengagumkan ditengahnya terdapat danau atau apalah itu terlihat hanya
daerah tersebut yang gelap gulita. Aku tak lama berada diluar jaket berlapis
yang ku kenakan mampu diterobos dinginnya gunung lompobattang. Ku lirik jam tangan ku kini tepat pukul 22.30 aku menuju pembaringan berharap besok akan cerah, tak sabar rasanya ingin melihat padang edelweis di atas
tranggulasi.
|
Kabut di Pos 9 |
Matahari mulai menampakkan sosoknya
udara masih terasa dingin, enggan rasanya menanggalkan slepping bag yang menutupi badanku. Kutengok jam tanganku ternyata
sudah pukul 8 pagi. Aku segera begegas setelah mengumpulkan semangat kemudian cuci muka.
Sebelum menuju tranggulasi kusempatkan membuat sarapan. Kali ini hanya beberapa potongan roti panggang saja yang mengisi perutku. Kabut mulai menutupi punggungan gunung, jarak pandang mulai terbatas kini tepat pukul 9 pagi akupun selesai sarapan. Kupasang sepatu
boggie coklat ku yang sudah tua dengan beberapa goresan-goresan namun masih kokoh.
Kini kumulai berdoa dan kemudian berangkat. Melewati semak-semak, berpegangan
pada pohon-pohon bongsai dan mendaki beberapa tanjakan bebatuan yang cukup
menguras tenaga namun semangatku memberi dorongan untuk terus melangkah. Hanya membutuhkan
waktu kurang lebih 20 menit kini aku sudah tiba tepat di atas tranggulasi. Kabut
masih menutupi jarak pandangku yang terlihat hanya punggungan gunung saja. Kuberistrahat
sejenak sambil menunggu angin betiup membawa kabut yang berada tepat di
hadapanku.
|
Pemandangan dipuncak Lompobattang |
Sambil duduk santai kukeluarkan vedples
yang berisi air putih yang cukup dingin dan sebungkus biscuit menemaniku meninkmati ketinggian
2870 mdpl. Selang beberapa menit yang kutunggu kini telah tiba, pemandangan
yang sangat indah terpampang jelas di hadapaku. Terlihat sekeliling punggungan
gunung tumbuh bunga edelweis (bunga abadi), bunganya berwana putih berukuran
kecil ditengahnya berwana kuning. pemandangan yang sangat indah sangat memanjakan mata, tak puas memandangi padang bunga edelweis
kini mataku tertuju pada pemandangan yang tak kalah indahnya. Kini telihat kumpulan
awan yang berada diatas kota dapat terlihat jelas bak lautan lepas, ditambah pemandangan
lembah yang sangat hijau sunggguh panorama alam yang sangat eksotik.
Terus saja kupuaskan diriku menikmati ciptaan Tuhan di puncak gunung
Lompobattang.
Waktu berjalan terasa begitu cepat
kulihat jam tanganku lagi ternyata sudah pukul 1 siang, waktu nyantai kupun habis di ketinggian 2870 mdpl, aku pun bergegas turun. Setibanya
di pos 9 aku langsung packing nanti di pos 3 baru makan siang pikirku. Sementara
packing kabut kembali datang disertai rintik-rintik hujan. Kupercepat membereskan
barang-barangku, pakaian, sleping bag, tenda, logistik dan terakhir trangia
kini carrier ku pun siap di angkut. Kuearatkan tali sepatuku dan kembali
kuberdoa setelah itu langsung tancap gas.
Artikel terkait :
0 comments "Cerita dari ketinggian 2870 mdpl : Gunung Lompobattang", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment