Pangkep, kali ini daerah pangkep menjadi pilihan kami untuk melakukan Ekspedisi 2 Dekade UKM PA Edelweis, Pangkep yang dikenal dengan pegunungan kars terpanjang setelah china. Kegiatan kami lakukan tepatnya di
desa baleangin dusun bonto-bonto. Kali ini kami mencoba melakukan pemanjatan
tebing, nama tebing itu adalah tebing lompopalang. Tebing ini seperti benteng
kokoh panjang dan besar mengelilingi dusun bonto-bonto. Di dusun ini lah dulu
pernah ada sebuah aktifitas pertambangan yaitu oleh PT. Gorah. Namun sejak 2006
yang lalu PT. Gorah ditutup oleh pemerintah daerah.
Sayangnya atifitas tambang pun hanya mampu betahan selama 9 tahun. Para pekerja waktu itu mengeluh juga karena penghasilannyaa ditutup. Tempat yang membayarnya ketika keringatnya bercucuran melewati wajahnya, ketika urat tangannyas seakan ingin keluar melalui kulit. Mengangkat batu itulah yang mereka kerjakan. Walaupun hanya diupah kurang lebih dari Rp. 500 ribu, tidak setara dengan pekerjaannya namun mereka tetap protes kenapa PT. Tonasa tidak ditutup juga waktu itu. Pak Amir Kuddus contohnya, salah satu warga dusun bonto-bonto.
Sayangnya atifitas tambang pun hanya mampu betahan selama 9 tahun. Para pekerja waktu itu mengeluh juga karena penghasilannyaa ditutup. Tempat yang membayarnya ketika keringatnya bercucuran melewati wajahnya, ketika urat tangannyas seakan ingin keluar melalui kulit. Mengangkat batu itulah yang mereka kerjakan. Walaupun hanya diupah kurang lebih dari Rp. 500 ribu, tidak setara dengan pekerjaannya namun mereka tetap protes kenapa PT. Tonasa tidak ditutup juga waktu itu. Pak Amir Kuddus contohnya, salah satu warga dusun bonto-bonto.
Matahari
mulai condong ke barat, kami mulai meniggalkan basecamp, sambil mengedarai
sepeda motor berkeliling melihat aktifitas masyarakat di dusun. Waktu itu kami
melewati ladang jagung, saat menuju rumah Pak Saleh yang merupakan kepala RW di
dusun bonto-bonto ini. Saat itu terdengar suara memanggil kami, seorang lelaki berteriak
menyuruh kami untuk singgah. Kami mencari sumber suara, terlihat dua orang
sedang memanen jagungnya. Salah seorang dari mereka berteriak kembali “ hei nak sini singgah ambil
jagung”. Kami menyadari ternyata warga disini cukup ramah. “ia pak nanti kami
singgah, kami mau ke rumah kepala RW dulu” sahut kami. Sepeda motorpun mulai
melaju hendak menuju rumah kepala RW. Tak lama kami disana hanya bicara
seperlunya. Kami segera bergegas menuju kebun jagung tadi.
Kami
pun tiba, motor di parkir dekat semak-semak, dan ternyata sudah tidak ada
orang. Setelah mengambil beberapa gambar. Kami menberanikan diri untuk memasuki
pagar ladang, menuju rumah yang berada tepat di pinggir ladang. Baru kami
berjalan terdengar panggilan dari atas rumah “sini naik nak” katanya. Setibanya
di bawah kolong rumah langsung kami tanggalkan sepatu yang kami kenakan, sepatu
yang kotor akibat lumpur tanah. Naik melewati beberapa anak tangga. Kami
disambut dengan senyuman hangat dari penghuni rumah, setelah berjabatan tangan,
kami langsung duduk dan hendak memperkenalkan maksud tujuan kedatangan kami.
Obrolan
pun diamulai, panjang ia bercerita mulai dari kebiasaannya hari-hari hingga
berbicara tentang pemerintah. Namanya Amir Kuddus, dia lah yang memanggil kami
ketika menuju rumah kepala RW, usianya sekitar 44 tahun, ia memiliki dua orang
putri. Pekerjaannya saat ini adalah bertani. Namun ketika hari pasar ia pergi
mengojek. Saat ini ia menanam jagung, saat kutanyai katanya jagung ini tidak
dijual hanya untuk dikonsumsi dan bagi-bagikan ke beberapa tetangga.
Sesuatu
yang membuatku sangat penasaran terjadi saat pertama kali kami datang ke dusun
ini. Waktu itu, ketika kami berada di tempat bekas aktifitas pertambangan PT.
Gorah, kami beristihat sejenak sebelum pulang. Saat itu terdengar suara bunyi
knalpot motor yang arahnya menuju kearah kami. Motor itu terlihat melewati
jalan pengerasan dan melalui kami yang sedang duduk di rerumputan untuk melepas
penat. Motornya di parkir, tidak jauh dari tempat kami duduk. Saat itu
kuperhatikan apa sedang dilakukan bapak itu, lama ku perhatikan, langsung ku
terkesima melihat kejadian ini di depan mataku. Pada saat bapak tadi
meninggalkan motornya, sapi-sapi bermunculan dari beberapa arah. Ada yang
muncul dari semak-semak, dan muncul dari bebatuan. Mereka berkumpul, mendekati
pemiliknya si bapak yang tadi. Hal yang sangat unik menurutku. Sapi-sapi itu
seakan memiliki hubungan khusus dengan pemiliknya.
Ketika
itu ingin kupuaskan rasa penasaranku, ditengah obrolan kutanya hal ini kepada
Pak Amir. Ia tertawa kecil, kemudian raut wajahnya mulai serius ia berkata,
semua hewan seperti itu jika kita merawatnya dengan baik maka tentu ia mengenal
manjikannya. Pak amir juga memelihara beberapa sapi. Katanya suara motornya
saja dapat dikenali sama sapi-sapinya. Penasaranku malah bertambah, apa yang
dilakukan Pak Amir terhadap sapinya hingga bisa sedekat itu. Aku bertanya
kembali mencoba menggali isi pengetahuan orang ini. Ia mulai menjelaskan lebih
jauh lagi katanya ini karena faktor
kebiasaan, saat memberi makanan usahakan untuk berkomunikasi. Sapi itu dapat
mengenali bau, sehingga makin sering kita merawatnya maka sapi akan mengenali
kita. Bertambah lagi pengetahuanku dan sekaligus menjawab rasa penasaranku,
bahwa ternyata sapi itu dapat mengenali bau.
Sapi-sapi
ini dikurung kurang lebih selama 3 bulan karena musim tersebut lagi
sibuk-sibuknya warga bertani katanya. Pak amir menjeleskan lebih rincih lagi,
katanya pada akhir bulan desember hingga
bulan maret mereka menanam padi. Tentang cara menanamnya dengan sistem
penaburan katanya. Benih hanya ditabur begitu saja jadi memakan waktu cukup
singkat. Lanjutnya pada bulan maret hingga agustus adalah waktu untuk menanam
kedelai, jadi daun kedelai ini lah yang simpan untuk makanan sapi nantinya saat
dikurung. Dan waktu yang tiga bulan ini digunakan untuk melepaskan sapinya.
Kulayangkan
pandanganku melihat dari teras melihat sekeliling rumah. Ada sungai tenyata
dibelakang rumah. Kembali kutayai tentang sungai itu, Pak Amir kembali
bercerita panjang. Yang sempat aku tangkap, katanya sungai ini adalah sungai
musiman, makanya sawah hanya digarap untuk menanam padi satu tahun sekali,
hanya sebagian kecil yang menanami ladangnya detelah panen karena kondisi air
yang kurang mencukupi. Jadi pada musim kemarau Pak Amir menggunakan mesin pompa
air untuk digunakan menanam kedelai dan jagung.
Suara
azan magrib mulai berkumandan, kami pun berpamitan. Sebelum kami turun dari
tangga, disodorkan sekatung jagung oleh pemlik rumah. Kami berterimah kasih dan turun dari rumah.
Berjalan meninggalkan rumah kembali motor melaju menuju basecamp.
Saat Melintasi Landang Jagung |
Rumah Salah Satu Warga Bonto-Bonto |
0 comments "Melepas Senja Bersama Amir Kuddus : Observasi Ekpedisi Tebing Lompo Palang Pangkep", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment